Psikologi Islam

Dengan adanya fakultas-fakulats psikologi di universitas Islam seharusnya apa yang disebut dengan psikologi Islam dapat lebih berkembang dan berkontribusi terhadap ilmu psikologi itu sendiri.  Mungkin hal tersebut sudah terjadi atau belum terjadi, saya tidak tahu.

Seperti ilmu-ilmu yang lain, psikologi mulai memisahkan diri dari filsafat sejak dia mulai melakukan eksperimen-eksperimen, pengamatan-pengamatan yang terukur, dan tidak semata-mata berdasarkan pada pemikiran-pemikiran spekulatif.  Walaupun begitu, jejak filsafat masih dapat ditemukan dalam beberapa aliran psikologi seperti misalnya psikologi kognitif yang berakar pada pemikiran Descartes dan Kant.

Tampaknya aliran psikologi tertentu tersebut akan dipengaruhi oleh bagaimana cara dia memandang diri-manusia dan mendefinisikan apa itu manusia.  Bahwa menurut pandangan Descartes manusia itu hanya terdiri dari jiwa dan tubuh, maka aliran psikologi tertentu yang berdiri di atasnya akan membuat asumsi-asumsi disekitar itu.

Walaupun term psikologi itu sendiri secara harfiah berarti ilmu tentang jiwa, tetapi, menurut saya, psikologi islam tidak cukup untuk diartikan sebagai semata-mata ilmu tentang nafs.  Psikologi Islam harus berdasar pada pandangan Islam tentang manusia.  Alih-alih manusia sekedar tubuh dan jiwa, manusia dalam pandangan Islam terdiri dari akal, ruh, nafs, serta qolbu. 

Eksperimen-eksperimen yang sering dilakukan oleh para ahli psikologi selama ini banyak yang menggunakan binatang seperti anjing, simpanse, tikus, dan sebagainya (seperti misalnya yang dilakukan oleh Pavlov).  Ada beberapa alasan etis  mengapa mereka menggunakan binatang sebagai ‘kelinci’ percobaan.  Namun jika kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari eksperimen itu kemudian diterapkan pada manusia, itu berarti ada asumsi bahwa manusia pada tingkatan tertentu merupakan perluasan dari binatang.  Sepertinya hal itu harus diterima sebagai pengaruh dari teori evolusi.  

Kecerdasan Emosi yang diusulkan oleh Daniel Golemann, bagi saya merupakan sesuatu yang cukup fundamental, sangat berpengaruh pada cara pandang kita terhadap kecerdasan.  Kecerdasan tidak lagi dipandang hanya semata-mata tingginya IQ.  Hal ini kemudian menjadi referensi dari semua orang saat ini.  Namun sebagian orang mungkin lupa, atau menganggap tidak cukup penting untuk dipermasalahkan,  bahwa Daniel merumuskan kecerdasan emosi tersebut berdasarkan pada asumsi manusia sebagai hasil evolusi dari bukan-manusia.

Point saya adalah jika kita ingin membangun apa yang namanya psikologi islam maka kita harus memperhatikan bagaimana islam memandang manusia.  Hal tersebut berarti bahwa kita harus mampu mendefinisikan apa yang dimaksud dengan ruh, nafs, qolb, maupun aql tadi serta menjadikannya sebagai bahan studi dalam penelitian-penelitian psikologi.  Tidak menutup kemungkinan bahwa selama ini para ahli psikilogi juga sudah bekerja dalam wilayah itu namun dengan istilah-istilah yang berbeda.

Wallohu ‘alam …

Society 5.0: Mestinya masyarakat yang super-smart

Menurut Karl Marx,  Komunisme internasional akan terwujud setelah masyarakat manusia mencapai fase masyarakat Industri.  Menurut Marx hal itu merupakan keniscayaan.   Marx merumuskan perkembangan masyarakat manusia itu melalui historical materialism.

Masyarakat manusia yang awalnya masih berburu dan mengumpulkan makanan (Marx meyebutnya sebagai masa komunis awal), kemudian masa bercocok tanam dan beternak (masa feodal), masa industri (mulai ada pertentangan antara buruh dan majikan), dan setelah itu menurut Marx akan kembali pada masa komunis.

Namun kemudian, Mao Zedong maupun Lenin yang mengambil gagasan komunisme, untuk membangun Cina dan Rusia baru, melewati fase industri itu.  Mereka memaksakan masyarakat yang masih feodal langsung didorong memasuki masyarakat komunis.   Tentu pemaksaannya dalam wujud revolusi yang berdarah!

Jika saja Marx masih hidup sampai sekarang maka ia seharusnya merevisi buku Das Kapital yang setebal bantal itu.   Perkembangan masyarakat kini ternyata sudah melampaui konsepsi masyarakat industri.  Penemuan di bidang sains dan perkembangan teknologi, yang tidak terpikirkan oleh Marx saat itu, telah mengubah wajah masyarakat ke dalam bentuk yang tidak dikenali oleh Marx.  Masyarakat informasi.

Kini dunia sedang digugah dengan gagasan Revolusi Industri 4.0 yang diluncurkan oleh Jerman tahun 2010.  Industri 4.0 ini ditandai dengan kecenderungan mendominasinya mesin-mesin yang memiliki kecerdasan buatan, Internet of Think (IoT), Big Data, cetak tiga dimensi dan sebagainya.

Walaupun wujud nyata dari industri 4.0 ini belum dapat disentuh oleh kebanyakan dunia industri di Indonesia, apalagi oleh masyarakat awam, namun dunia pendidikan di Indonesia telah melangkah untuk merespon gagasan Industri 4.0 ini.  Karena wujud Industri 4.0 ini masih ghaib bagi kebanyakan masyarakat Indonesia maka responnya pun setengah-setengah, tidak komprehensip.   Bahkan kita tidak begitu yakin apakah respon itu benar atau salah.

Menanggapi perubahan-perubahan yang demikian cepat ini, Jepang memperkenalkan konsep Society 5.0. pada bulan April 2016.   Istilah Society 5.0  ini sebenarnya diambil dan meneruskan sejarah perkembangan masyarakata manusia:  masa berburu dan mengumpulkan makanan (Society 1.0), masa bercocok tanam dan beternak (Society 2.0), masa industri (Society 3.0), masa informasi (Society 4.0), dan kini dunia akan memasuki masa Society 5.0 itu.

Society 5.0 adalah masyarakat super-smart yang menjadi visi Jepang ke masa yang akan datang.   Tentu kunci keberhasilan menyongsong Society 5.0 ini adalah kekuatan sumber daya manusia, maka sistem pendidikan akan menjadi pusat perhatian.  Perubahan-perubahan komprehensip sejak pendidikan jenjang dasar, menengah sampai ke universitas perlu dilakukan.

Jenghis Khan, Mongolia, dan Islam

Jenghis khan
(1162-1227)


Liar, bengis, tidak beradab!  Setidaknya stigma itu yang melekat pada diri sang jenderal.

Dilahirkan dengan nama Temujin di alam Mongol yang penuh pertikaian antar suku.  Tanpa perlindungan ayah dan kerabatnya, Temujin kecil hidup keras untuk sekedar bertahan hidup bersama seorang ibu dan empat adiknya.

Alam Mongol yang keras, kemiskinan, kesendirian, bayangan kematian yang terus mengikuti adalah guru yang menjadikannya menjadi seorang yang berani, tegas, sabar menahan diri, visioner, dan setia.   Seperangkat kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi seorang emperor.

Kesetiaan tidak hanya dituntut pada dirinya tapi juga pada orang lain.  Kesetiaan ini menjadi prinsip utamanya dalam menyatukan mongol.  Seorang musuh yang berkhianat pada ketuanya dan berbalik mendukungnya untuk kepentingan pribadi maka tak ada harganya di mata Temujin.  Namun orang-orang yang pernah menyelamatkan hidupnya waktu masa kecil yang sulit, dijadikan jenderal-jenderal tangan kanannya kelak sebagai perwujudan kesetiaan itu.

Jauh sebelum Temujin lahir,  stigma liar, susah diatur, dan tidak beradab sudah melekat pada bangsa Mongol.   Untuk memisahkan bangsa ‘liar’ ini,  bangsa China perlu membangun tembok raksasa yang terkenal itu.  Toh tombok itu pada akhirnya tidak sanggup menahan serangan pasukan Jenghis khan.  Beijing porakporanda,  Dinasti Jin yang berkuasa di China saat itu memindahkan pusat kekuasaannya jauh dari Beijing.   Kelak, turunan Jenghis khan, Kubilai khan  menguasai China.  Kubilai khan mendirikan dinasti baru di China, Dinasti Yuan dan Beijing dijadikan pusat pemerintahannya.

Menjadi penakluk mungkin adalah takdirnya.  Mengejar musuh-musuhnya bagian dari takdir itu yang menyebabkan ia bersentuhan dengan dunia jauh dari tempat lahirnya.   Melumpuhkan kota-kota, membunuh penduduknya dan itu lah yang ia pelajari sejak kecil.  

Pengejarannya pada Kuchlug, musuhnya dari suku Naiman, pada akhirnya menyebabkan Jenghis Khan bersentuhan dengan dunia Islam, tepatnya Kerajaan Khwarezm yang saat itu dipimpin oleh seorang Shah bernama Ala Ad-Din Muhammad.      

John Man (Man 2016) menggambarkan Shah Khwarezm ini bukan tipe orang yang bijak, plin plan dan pembawa petaka pada bangsa dan agamanya.   Syah ini pernah membunuh 10.000 orang pemberontak di Samarkhand dan pernah berseteru dengan pemimpin tertinggi Islam, khalifah, di Baghdad.  “…. jadi, tidak ada peluang baginya untuk mencitrakan diri sebagai seorang pembela Islam”  begitu kata Man.  (Pernyataan Man ini bagi saya rasanya seperti pembelaan terhadap apa yang dilakukan oleh Jenghis Khan terhadap kerajaan  Khwarezm).

Pengejaran tantara Jenghis Khan mengerjar Kuchlug secara tidak langsung membuka jalan-jalan bagi perdagangan.   Tiga orang Pedagang muslim dari Bukhara (sebuah kota di bawah kekuasaan Khwarezm saat itu) pernah datang memasuki Mongol dan saat kembali, atas perintah Jenghis Khan, mereka di dampingi oleh delegasi pedagang-besar berjumlah 100 orang yang di kawal oleh seorang tentara Mongol.  Man menyebutkan bahwa delegasi pedagang Mongol yang berjumlah 100 orang itu semuanya muslim.  Jenghis Khan bermaksud memulai bisnis baru dengan wilayah-wilayah berpenduduk muslim. 

Perjalanan yang mereka tempuh sekitar 2700 km (bandingkan dengan jarak Jakarta-Surabaya sekitar 780 km) dengan pesan dari Jenghis Khan pada Shah yang menyatakan kedatangan mereka untuk mendapatkan barang-barang berharga dan supaya tidak ada pikiran negatif.  Tidak ada sikap permusuhan terang-terangan yang dibawa oleh delegasi itu.   Namun bagi Shah tidak demikian maksud yang tertangkap.  Dengan bayangan kehancuran Beijing, delegasi itu dianggap sebagai mata-mata dan menangkap semua delegasi itu.   Tidak ingin terpancing, Jenghis Khan mengirim delegasi lain.  Namun mereka delegasi itu akhirnya semua dibunuh.   

Kejadian inilah, yang menurut Man, sebagai tindakan bodoh Shah yang menjerumuskan dan memporakporandakan dunia, khususnya Islam.  Jenghis Khan tersinggung dan marah.   Inilah awal tragedi berdarah dan pembuhuhan besar-besaran terhadap penduduk Khwarezm.

Jenghis Khan memimpin langsung  pasukannya yang berjumlah ratusan ribu dilengkapi perlengkapan perang berat, pasukan berkuda mongol dan pemanah-pemanahnya yang handal.   Tujuannya adalah balas dendam atas penghinaan yang dilakukan Shah.   Dalam penyerangannya itu, kota-kota yang menyerah akan aman sedang yang melawan maka diserang.   Hasilnya  tidak kurang 1 juta  orang meninggal, ratusan buku hancur termasuk Qur’an.  Tragedi berdarah yang tidak ada padanannya dalam waktu sebelumnya. 

Jenghis Khan yang merasa mendapat tugas dari langit adalah seorang yang tidak pandai baca tulis.   Ia tentu tidak memperhatikan buku-buku yang rusak termasuk quran.   Pembunuhan yang dilakukan juga berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Hitler.   Tak ada maksud melenyapkan suatu suku bangsa atau agama.   

Akhirnya, jatuhnya Khwarezm ke tangan Jenghis Khan membuka jalan Bangsa Mongol untuk memasuki kerajaan-kerajaan Kristen di Eropa.  Jenghis Khan tidak masuk lebih jauh.  Ia pulang  untuk menyerang Xi Xia yang dianggap berkhianat.   Dalam perjalanan pulang, ia tertarik mendalami Taoisme. Kemudian meninggal. 

Setelah ia meninggal, kekuasaan jatuh pada anaknya seperti telah ditetapkan sebelum penyerangan ke  Khwarezm.   Peperangannya dengan kerajaan Khwarezm kemudian membuka jalan masuknya agama Islam ke Mongolia.  Seorang misionaris Kristen yang melakukan perjalanan ke Ibu Kota Mongol pada tahun 1254 mencatat bahwa di sana terdapat beberapa bangunan Ibadah: kuil dan termasuk beberapa masjid.   Cucu Jenghis Khan yang bernama Berke Khan (1209 – 1266) tercatat sebagai bangsawan Mongol pertama yang resmi beragama Islam.   Ia di dakwahi oleh seorang darwis Sufi dari Khwarezm.    (Jengis Khan dan Ketertarikan kepada Islam 2015)

Penyerangan ke Bagdadh, yang menjadi pusat kekuasaan Islam di tangan Bani Abasiah, kemudian hari dilukakan oleh Hulagu Khan pada tahun 1258.   Penyerangan ini juga menjadi catatan sejarah yang memilukan.   Selain pembunuhan, banyak karya intelektual yang ikut musnah.   Di sisi lain,  kejadian ini  juga menyebabkan bangsa Mongol berkenalan dengan Islam.  

-()-

Jenghis Khan memang buta huruf dan mungkin bangsa mongol saat itu secara keseluruhan tidak bisa baca tulis.  Mungkin karena mereka termasuk bangsa yang mengembangkan budaya lisan maka mereka tidak memiliki tulisan sendiri.  Tidak seperti bangsa China saat itu.  Jenghis Khan dengan visinya mengganggap penting tulisan dan bacaan, maka ia telah memerintahkan anak buahya untuk mempelajari dan membuat tulisan dan tentu bisa membacanya.   Jenghis Khan menerapkan hukum yang ketat untuk mengurus rakyat dan kekuasaannya yang besar itu.  Homo seksual adalah sala satu perbuatan yang dilarang dalam aturan Jenghis Khan.  Pelakunya dapat di hukum mati. 

Nama Jenghis Khan kini menjadi simbol pemersatu bagi bangsa Mongol.  Jenghis Khan dijadikan nama Bandar Udara Internasional di Mongolia.   Jenghis Khan adalah inspirasi bagi kebangkitan bangsa Mongol kini setelah mereka lepas dari rezim komunis Rusia.  Dan Setidaknya ada 5% bangsa Mongol saat ini memeluk Islam.  

 

__________________________________

Sumber Bacaan:

“Jengis Khan Dan Ketertarikan Kepada Islam.” 2015. Republika. https://republika.co.id/berita/koran/islam-digest-koran/15/05/03/nnrzrd-jengis-khan-dan-ketertarikan-kepada-islam (April 11, 2020).

Man, John. 2016. Jenghis Khan Legenda Sang Penakluk Dari Mongolia. Tangerang Selatan: Pustaka Alvabet.

 

 

Tamu Istimewa

Bismillahirrohmaaniirrohiim

 

Ini adalah kisah nyata.  Kisah yang kami alami tadi pagi pada  6 April 2020.

Di sudut persimpangan rumah yang kami diami terdapat tempat yang dulunya dijadikan sebuah warung.   Warung itu pernah dipakai oleh Ibu kami untuk berjualan, pernah juga oleh orang lain untuk tujuan yang sama: berjualan.  Entah sudah berapa orang silih berganti pernah menjadikan tempat itu sebagai warung.  Kini tempat itu sudah terlalu tua untuk ditempati, jadi tidak lagi difungsikan sebagai warung.  Juga kini, sudah terlalu banyak warung yang buka di tempat kami.

Pagi tadi kami didatangi seorang tamu.  Bapak tua yang usianya sudah diatas 75 tahun atau 80 tahun.    Bapak itu datang sendiri dengan pakaian rapi, pakai batik dan berkopiah hitam.   Badannya sudah bungkuk namun masih kuat berjalan tanpa tongkat.  Untuk seusia dia, pandangan dan pendengarannya masih cukup baik.   Daya ingatnya pun masih kuat dan bicaranya masih jelas.

Setelah berunjuk salam, Bapak tua itu tidak mencoba memperkenalkan diri, namun langsung menyampaikan hajatnya.    Katanya dia sedang mencari pemilik warung yang ada di rumah kami.  Kemudian dia bercerita bahwa dulu dia pernah singgah di warung itu, makan serta minum.   Namun dia baru bayar makanannya saja sedangkan ada minuman (limun) yang belum dibayar saat itu.  (Limun itu sebutan populer orang sunda untuk minuman bewarna yang rasanya manis.  Mungkin berasal dari kata lemon).

Setelah bercerita, ia kemudian merogoh saku depan di kemeja batiknya dan mengeluarkan uang sejumlah 19 ribu rupiah.   Uang itu diberikan pada kami dan mengatakan sebagai uang untuk membayar limun yang sudah dia minum itu.

tamu3
Uang yang diberikan sebanyak Rp.19000

 

Kami masih kaget.   Sebelum menerima uang tersebut kami bertanya lagi kira-kira tahun berapa dia membeli limun tersebut.  Dia berkata  sekitar tahun 1968!   Rasa kaget kami kemudian ditambah rasa haru.   Kejadian itu berarti terjadi 52 tahun yang lalu!!  Bapak tua ini masih ingat dan bersusah payah untuk membayar hutangnya 52 tahun yang lalu.

tamu2tamu

Bapak tua bukan lelaki sembarangan.  Pandangan batinnya sudah menembus alam akhirat, dan kini ingin berjalan ringan tanpa dihantui beban hutang masa lalu.

-()-

 Allâhumma anta rabbî, lâ ilâha illâ anta khalaqtanî. Wa anâ ‘abduka, wa anâ ‘alâ ‘ahdika wa wa‘dika mastatha‘tu. A‘ûdzu bika min syarri mâ shana‘tu. Abû’u laka bini‘matika ‘alayya. Wa abû’u bidzanbî. Faghfirlî. Fa innahû lâ yaghfirudz dzunûba illâ anta.

Muhammad S.A.W.: Suatu catatan dari catatan

Buku “The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History” ditulis oleh Michael Hart dan diterbitkan tahun 1978.  Dalam bukunya itu, Michael Hart menempatkan Nabi Muhammad S.A.W pada urutan ke-1 dari 100 orang yang berpengaruh di dunia sepanjang sejarah manusia. Di susul oleh Sir Isaac Newton dan seterusnya.

Jauh sebelum itu, ada buku berjudul “Famous Men Of Ancient Times” yang ditulis oleh S. G. Goodrich dan diterbitkan pertama kali tahun 1843. Pada buku ini, Nabi Muhamaad ditempatkan pada urutan pertama juga. Setelah itu disusul oleh Belisarius seorang jenderal perang Romawi. Berbeda memang dengan bukunya Michael Hart, orang-orang yang dipilih hanya ada 25 orang. Berlatar belakang militer seperti Attila, Nero, Julius Caesar, Alexander. Socrates, Plato Aristotels, dan Democritus dari golongan fisolof Yunani kuno. Ada Confusius dan Homer juga. Diantara tokoh tersebut tidak ada nama Newton, Gutenberg dan tokoh lain dari dunia sains atau teknologi. Mungkin saat itu belum terasa pengaruh dari mereka dan mereka dianggap masih sejaman dengan penulis.

Michael Hart cenderung netral saat menilai dan menulis tokoh Nabi Muhammad s.a.w. Namun S. G. Goodrich cenderung berprasangka negatif (mungkin karena kekurangan data/informasi). Dalam tulisannya itu, Goodrich menilai bahwa Nabi s.a.w. memulai dakwah pada monoteisme setelah membaca dan mempelajari bibel. Kisah Nabi di gua Hiro yang bertemu dengan malaikat Jibril juga diragukan olehnya. Ia juga menulis bahwa Nabi s.a.w. menyebarkan ajarannya dengan darah dan pedang.

Walaupun begitu, Goodrich mengakui bahwa tokoh Muhammad s.a.w. adalah manusia yang jenius, fasih, agung, dan banyak menaburkan cahaya ilahiah.

Jauh sebelum Goodrich menerbitkan bukunya itu, pemikir Perancis, Voltaire (1694 – 1778), juga pernah menulis naskah drama, “Le Fanatisme ou Mohamet le Prophete”. Dalam drama tersebut, Nabi s.a.w. digambarkan oleh Voltaire sebagai seorang pahlawan yang hipokrit, penipu, tiranis, fanatik agama palsu.

Drama yang ditulis oleh Voltaire itu sendiri sebetulnya adalah sebuah metafora yang dimaksudkan untuk mengkritik kekuasaan saat itu. Namun sampai sekarang naskah itu menjadi kontroversi, apalagi jika dibaca atau dipanggungkan dengan tidak melihat latar belakang dan maksud Voltaire menulis naskah drama tersebut. Kemudian hari, salah seorang yang merasa keberatan dengan drama Voltaire itu adalah pemikir Jerman, Johann Wolfgang Von Goethe (1749 – 1832).

Di luar naskah dramanya, Voltaire mengakui bahwa keberhasilan Nabi s.a.w. dalam menyebarkan ajarannya bukan melalui pedang namun oleh sifat intelektual dan rasional yang superior dalam ajarannya.

Dalam Kamus Filosofisnya yang diterbitkan pada tahun 1764, Voltaire menulis bahwa “Kita tidak dapat mengutuk ajarannya tentang satu-satunya Tuhan. Kata-kata dari surahnya yang ke 122, “Tuhan itu esa, abadi, tidak melahirkan atau diperanakkan; tidak ada yang seperti dia.”, kata-kata ini lebih berpengaruh daripada pedangnya yang menaklukkan Timur”. Voltaire juga mengakui bahwa Nabi s.a.w melarang riba, memerintahkan pemberian sedekah dan berdoa.

-()-

Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”                                                                                        [Al Quran, Al-Ahzaab: 56]                                                                                          

Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.” [Hadist Baihaqi]

Continue reading “Muhammad S.A.W.: Suatu catatan dari catatan”

Marmaduke William Pickthall: a Britain’s first muslim convert

pickthall
M.M. Pickthall

Salah satu terjemahan Al Qur’an ke dalam Bahasa Inggris yang diketahui dibuat pertama kali oleh seorang muslim selain dilakukan oleh Abdullah Yusuf Ali juga pernah dilakukan oleh Marmaduke William Pickthall. Pickthall adalah seorang jurnalis, novelis yang lahir pada tanggal 7 April 1875 di London, Ingris dan meninggal pada tanggal 19 May 1936 yang kemudian dimakamkan di pemakaman  Brookwood di Surrey, Inggris.  Ia menyatakan secara terbuka telah memeluk Islam pada tahun 1917.  Pickhall menjadi muslim pertama yang berbangsa Inggris yang menterjamahkan Al Qur’an.

Dalam hidupnya Pickthall pernah mengunjungi beberapa tempat muslim seperti Kairo, Gaza, Turki dan India (Pakistan).  Pickthall termasuk orang yang sangat menentang Inggris menyerang Ottaman Turki.  Baginya memerangi Turki saat itu berarti menyerang dunia Islam secara keseluruhan.

Banyak karya yang telah ia buat dalam waktu sebelum atau sesudah  menjadi muslim.  Karya  tersebut diantaranya:

  • Said the Fisherman (1903)
  • Enid (1904)
  • Brendle (1905)
  • The House of Islam (1906)
  • The Myopes (1907)
  • Children of the Nile (1908)
  • The Valley of the Kings (1909)
  • Pot an Feu (1911)
  • Larkmeadow (1912)
  • The House at War (1913)
  • With the Turk in Wartime (1914)
  • Tales from Five Chimneys (1915)
  • Veiled Women (1916)
  • Knights of Araby (1917)
  • Oriental Encounters – Palestine and Syria (1918)
  • Sir Limpidus (1919)
  • The Early Hours (1921)
  • As others See us (1922)

Salah satu karyanya yang utama tentu saja adalah terjemahan Al Qur’an ke bahasa Inggirs yaitu The Meaning of the Glorious Koran: An Explanatory Translation yang pertama kali diterbitkan tahun 1930, beberapa tahun sebelum ia meninggal. Terjemahannya dapat diperoleh di situs ini: http://www.sacred-texts.com/isl/pick/  Walau terjemahannya sudah disahkan oleh universitas Al Azhar Kairo,  Pickthall mengakui bahwa sangat sulit menterjemahkan Al Qur’an secara sempurna ke dalam bahasa Inggris.

Muhammad-Marmaduke-Pickthal-grave


ref.

 

 


 

Mini Garden

20160515_120345
Pada minggu kemarin, kami mencoba membuat ‘mini garden’ memanfaatkan material yang ada di sekitar rumah: ranting pohon, batu kerikil, tanaman, mainan.  Kontainer untuk mini garden adalah bekas laci yang sudah tidak digunakan.

Ide tentang ‘mini garden’ tentu saja dapat dicari di internet.  Adapun yang kami buat merupakan ide rembukan kami.  Sungguh, kita bisa belajar bekerjasama dalam aktivitas ini.

🙂

 

Dunia Sophie dan Pendidikan Filsafat Kita

Kalau anda menyenangi filsafat, tentu pernah membaca atau setidaknya mendengar sebuah novel yang diterbitkan Mizan sekitar tahun 1996-an.   Novel itu adalah Dunia Sophie  buah karya Jostein Gaarder yang aslinya berbahasa Nowegia.

Sophie pada novel tersebut adalah Sophie Amundsen seorang gadis remaja berumur 14 tahun yang hidup di Norwegia bersama dengan Ibunya sekitar tahun 1990 an.  Ayah Sophie diceritakan sebagai seorang pekerja yang selalu berlayar dan jarang berada di rumah.  Namun walaupun begitu, tampaknya Sophie tumbuh dan berkembang secara bahagia.

Gadis 14 tahun itu berkenalan dengan tokoh-tokoh filsafat dunia melalui surat-menyuratnya dengan seseorang yang awalnya misterius, Alberto Knox.  Selanjutnya, isi cerita perjalanan Sophie dapat dibaca di https://id.wikipedia.org/wiki/Dunia_Sophie  atau Anda membeli bukunya.

Bagi saya, selain ceritanya menarik dan dapat belajar filsafat secara historis, identitas Sophie sendiri cukup menarik.  Begini:

Pertama, nama Sofi atau Sophie  dipilih dengan cermat oleh pengarang untuk mengaitkan nama tersebut dengan istilah Philosophia.  Philosophia dalam Bahasa Indonesia berarti filsafat.

Kedua, umur Sophie yang baru 14 tahun.  Belajar filsafat pada umur tersebut bukanlah sesuatu yang umum bagi remaja-remaja di Indonesia.   Kurikulum sekolah menengah tidak menyediakan capaian kompetensi yang berkaitan dengan filsafat.  Bahkan di tingkat sarjana pun filsafat tidak diajarkan kecuali memang mengambil jurusan filsafat atau jurusan-jurusan tertentu.  Paling-paling kalau beruntung, Kita dapat pelajaran filsafat secara formal jika kita mengambil pendidikan sampai strata 2 atau strata 3 dan itu pun hanya filsafat ilmu serta hanya sejumlah kecil dari kita yang beruntung.

Di beberapa negara Eropa, pelajaran filsafat menjadi bagian mata pelajaran sekolah tingkat menengah.  Survey Unesco tahun 2007 menyatakan bahwa pelajaran filsafat diberikan kepada siswa di sekolah menengah di beberapa negara seperti  Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Cyprus, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Israel, Italia, Latvia, Monaco, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Romania, Serbia, Slowakia, Spanyol dan Turki.

Nah …. dengan memperhatikan kurikulum yang memuat filsafat sebagai mata pelajaran di negara-negara  tersebut maka tampaknya tidaklah mengherankan jika tokoh utama dalam novel tersebut adalah seorang gadis remaja berusia 14 tahun.  Bukan?

Novel Sofies verden ini juga ternyata sudah difilmkan.  Beberapa tahun yang lalu saya pernah menemukan filmnya full di youtube  namun kini tampaknya sudah dihilangkan dari ruang penyimpanan youtube sehingga kita tidak bisa melihatnya kecuali potongan-potongan trailer.  Untuk menikmatinya secara penuh, kini kita harus melihatnya secara streaming di situs-situs seperti:  http://country.filminstan.pw/0125507

 


 

 

Membuat model Gunungapi

Lava

Kaldera
Kaldera

Indonesia merupakan negara yang menjadi bagian dari ‘cincin-api’ dunia, sehingga tidak berlebihan jika anak-anak kita mengenal gunungapi sejak dini.

Salah satu aktivitas yang bisa kita lakukan bersama adalah membuat ‘gunungapi’ yang sedang mengeluarkan lavanya.

Pada minggu pagi itu, kami membuat model gunungapi dengan bahan-bahan sebagai berikut:

1. cuka;
2. pewarna makanan;
3. diterjen;
4. air;
5. soda kue;
6. pasir/tanah;
7. botol air mineral;
8. ember kecil;

Langkah pembuatan.
Membuat model gunung:
1.Timbun botol mineral dengan tanah/pasir sedemikian rupa sehingga menyerupai gunung.

Membuat lava *)
1.  Larutkan cuka dalam air sehingga tidak terlalu pekat;
2.  Masukan sedikit diterjen;
3.  Beri pewarna makanan;
4.  Ketiga bahan kemudian diaduk sampai pewarna makanannya merata.

*) Keterangan: Lava dibuat di ember-kecil, setelah jadi baru dimasukan ke dalam lubang ‘gunung’.

Menggabungkan keduanya:
1.  Masukan larutan tersebut pada model gunungapi yang sudah disiapkan.
2.  Masukan soda-kue, tunggu sebentar, dan ….. lava mulai keluar.

Anak Perempuan Itu!

Kabupaten Murung Raya berada di propinsi Kalimantan Tengah.  Di propinsi itu, Murung Raya merupakan kabupaten paling utara yang berbatasan langsung dengan Malaysia.  Dari Palangkaraya ke Murung Raya dapat ditempuh dengan menggunakan berbagai macam moda transportasi: darat, udara, dan air (sungai).   Dengan menggunakan pesawat perintis yang berpenumpang sekitar 15 orang, dari Palangkaraya bisa ditempuh hanya 1 jam, sementara dengan menggunakan mobil dicapai kurang lebih 10-12 jam.  Ada wacana akan dibangun jalur kereta api menuju Murung  Raya,  entah jadinya tersambung ke Barito Utara atau ke Balikpapan Kalimantan Timur.  Hal itu menunggu kesepakatan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di sana.

Pagi itu saya hendak pulang ke Bandung.  HP berdering, sopir travel sudah menunggu.  Saya bergegas menuju Avansa hitam itu, rupanya saya penumpang pertama.  Setelah berbasa-basi, didudukanlah badan ini di tempat yang sudah dipesan teman.  Deretan kursi belakang sopir di sebelah kiri dekat dengan pintu.   Perlahan mobil bergerak meninggalkan penginapan yang persis dekat sungai Barito itu.–Satu persatu penumpang dijemput hampir persis seperti bagaimana dia menjemput saya.  Mula-mula seorang pemuda dengan barangnya yang heboh yang kemudian duduk paling belakang.  Kemudian satu keluarga: seorang bapak muda, ibu muda (juga), seorang bayi dan seorang anak perempuan berusia sekitar 6-7 tahun yang kemudian mereka duduk berjejer dengan saya.  Terakhir seorang ibu tua mungkin sekitar 60-70 tahunan duduk di depan berdampingan dengan pak sopir.   Lengkap sudah.   Kami siap menerobos hutan di Kalimantan Tengah itu.

Pagi yang cerah, jalanan cukup mulus, tanpa juga macet.  Pada keluarga kecil itu, saya mencoba menyapa.   Mereka tinggal di Palangka Raya, habis berkunjung ke salah satu orang tua mereka di Murung Raya.  Mereka tampak bahagia, si anak perempuan sekali-kali berceloteh yang kemudian ditanggapi dengan senang oleh bapaknya.  Dan saya hanya duduk berkesendirian sambil merasakan kebahagian mereka, sesekali juga teringat dua kunang-kunang di seberang lautan itu…hehe.

Walaupun tidak terletak di punggung gunung, Murung Raya termasuk daerah yang relatif tinggi.  Konsekuensinya jalanan dari/ke sana berkelok-kelok walaupun tidak seperti kelokan ampe puluh ampe di Agam.  Sopir berdalih bahwa kami tidak boleh berjalan pelan-pelan karena perjalanan cukup jauh dan penumpang pun manut tidak ada yang protes.

Suasana ceria keluarga itu mulai terganggu.  Anak perempuan mereka mulai gelisah, mual-mual tampaknya.  Tidak lama kemudian, dia memuntahkan apa yang tadi pagi dimakannya.  Tidak banyak bicara, sang bapak meresponnya dengan sabar.  Ibu anak itu yang agak komunikatif, sambil mencari dan memberikan minyak gosok tak henti-henti mengomeli anak perempuannya.   “Kenapa muntah?”  “Sudah nanti jangan ikut-ikut lagi bepergian”  “ini pakai buat ngelap” dan lain-lain.  Syukurlah bapaknya tidak ikut ngomel, tangannya bekerja membantu anak perempuan itu menyelesaikan masalahnya.  Kasihan juga anak itu.  Saya mencoba untuk tidak terlibat.

Jalanan masih berkelok.  Murung Raya sudah tidak tampak.  Namun kemurungan keluarga itu belum pergi.  Kini bapak keluarga itu yang muntah!  Waduh!  Sang Istri tidak bisa membantu bapaknya karena memang sedang memangku ade bayinya.  Dia ngomel lagi.  Wajar saja.  Kalau semuanya muntah kan repot.  Untunglah kekesalan Ibu itu tidak keluar berupa kata-kata yang serupa ketika dia kesal pada anak perempuannya, “Kenapa muntah?”  “Sudah nanti jangan ikut-ikut lagi bepergian”  “ini pakai buat ngelap”.   Kekesalannya ia tumpahkan dengan narasi yang lain.   Beberapa saat kemudian bapak keluarga itu meminta sopir menghentikan kendaraannya.  Dia keluar mengeluarkan sisa-sisa unek-unek dan membersihkan pakaiannya.   Saya ikut keluar dan mencoba untuk tidak terlibat.

Jalanan masih saja berkelok.  Kendaraan melaju terus.  Murung Raya sudah semakin jauh.  Kini ibu dari dua anak-anak itu yang muntah. Waduh!  Bayi kecil diserahkan ke bapaknya, sementara ibunya mencoba mengurus dirinya sendiri.  Suasana agak sepi, tidak ada yang berkomentar. Saya mencoba untuk tidak terlibat. Tiba-tiba sopir memecahkan suasana, dengan bijak dia berkata, ” jalanan di sini memang seperti ‘cobaan’, setiap kali bawa penumpang selalu ada yang muntah”, “jangankan orang yang baru, orang sering ke sini juga terkadang masih muntah” katanya menenangkan keadaan.

Setelah hampir 1,5 jam akhirnya kami sampai di Muara Teweh.  Sopir menghentikan kendaraannya di suatu rumah makan.  “Perjalanan berkelok sudah kita lalui, selanjutnya jalanan cukup lurus”, katanya.  Syukurlah. Kami beristirahat memulihkan badan.

________________________________________________________________________

Jam7 malam kami sampai dengan selamat di Palangka Raya.  Satu persatu penumpang di antar kerumahnya.  Tidak terkecuali keluarga kecil teman seperjalanan saya itu.  Saya lihat anak perempuan tadi segera keluar dari kendaraan, berlari dan di sambut oleh pelukan kakeknya.  Alhamdulillah.  Syukurlah keluarga itu sudah berkumpul lagi di rumahnya.  Semoga mereka tetap bahagia! —

Jalan meninggalkan Murung Raya

Jerman, Islam, Goethe dan Muhammad s.a.w.

goethe

…. Jika Islam itu berarti berserah diri pada Tuhan, kita semua hidup dan mati dalam Islam. (Goethe)

Karen Armstrong, seorang penulis terkenal bangsa Inggris yang telah menulis lebih 20 buku tentang agama dan spriritualitas yang diantara bukunya tersebut berjudul “Muhammad: A biography of the Prophet” (1991) dan juga “Muhammad: A Prophet for Our Time” (2006), tentu saja akan berpandangan berbeda mengenai Nabi Muhammad s.a.w. dengan para kartunis yang bekerja di Charlie Hedbo.   Karen Armstong, yang menurut saya berpandangan pluralis, menganggap Nabi s.a.w. sebagai orang yang terhormat yang hidup dengan kehidupan yang layak.   Karen Armstrong juga melihat bahwa sosok Nabi s.a.w sebagai orang yang mengajarkan toleransi.

Jauh sebelum Karen Armstrong menulis buku-bukunya, di Eropa tepatnya di Jerman, ada seorang penulis besar, negarawan, dan sekaligus juga seorang filosof yang sudah meneliti dan mengagumi Nabi s.a.w.   Dia adalah Johann Wolfgang Von Goethe (1749 – 1832). Nama besarnya kini dijadikan nama intitusi yang mempromosikan bahasa dan kebudayaan Jerman: Goethe-Institut.  Dulu di Kota Bandung, Goethe Institut ini terletak di jalan Riau (RE Martadinata).

Menurut Mommsen (1967), pada usia 23 tahun Goethe sudah membuat himne yang indah yang memuji Nabi Muhammad s.a.w.   Masih menurut Mommsen, sepanjang hidupnya Goethe telah mengekspresikan rasa hormatnya pada Islam dalam banyak bentuk termasuk dalam karyanya “Faust”.

Bagaimana Goethe mengenal Islam dan Nabinya sebelum usia 23 Tahun?   Paling tidak menurut Mommsen, Goethe sudah kontak dengan Al Qur’an sejak usia 23 tahun. Pada tahun 1772, ketika Al Qur’an diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dari teks aslinya oleh Megerlin, seorang profesor dari Frankurt, Goethe terang-terang tidak menyetujui hasil kerja Megerlin itu.   Goethe begitu sensitif terhadap keindahan bahasa Al Qur’an yang dalam hal ini tidak dapat ditunjukkan dalam terjemahan Megerlin itu.

Pada masa mudanya itu, Goethe mempelajari Qur’an dengan serius dan dari beberapa tulisannya tampak juga berusaha menulis dan berbicara menggunakan bahasa Arab. Ayat-ayat Al Qur’an terkadang mewarnai tulisan-tulisan Goethe.   Salah satu ayat Al Qur’an yang sering dikutip adalah QS. ‘Ibrahim [14] : 4 “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”

Pada tahun 1819, Goethe menulis surat untuk seorang sarjana dengan mengutip ayat di atas, “Apa yang dikatakan Al Qur’an itu benar: “Kami tidak pernah mengutus seorang rasul, kecuali dalam bahasa kaumnya”.   Juga pada tahun 1827 dalam suratnya kepada Carlyle, sahabatnya, Goethe kembali menulis, “Al Qur’an mengatakan: Tuhan memberikan seorang rosul untuk setiap kaum dalam bahasa kaumnya.”

Seperti sudah disebutkan di awal bahwa Goethe telah menulis hymne yang memuji Nabi s.a.w. Goethe sama sekali tidak setuju dengan drama yang dibuat oleh Voltaire, penulis Perancis (1694 – 1778), “ Le Fanatisme ou Mohamet le Prophete” sekalipun drama itu hanya metafora yang dibuat oleh Voltaire untuk menyindir Romawi saat itu -dalam drama tersebut Nabi digambarkan oleh Voltaire sebagai seorang pahlawan yang hipokrit, penipu dan tiranis. Sesungguhnya Voltaire sendiri dalam tulisan-tulisannya yang lain menggambarkan sosok Nabi s.a.w sebagai manusia besar, penakluk, pembuat hukum, pengatur sekaligus pengkhotbah: sebagai seorang visioner yang benar-benar terinspirasi dan yang berperan sangat penting di dunia.

Mengenai sosok Nabi s.a.w., Goethe menulis “Mahomets Gesang” (Nyanyian Muhammad) yang merupakan ekspresi ketertarikan Goethe kepada Nabi s.a.w.   Dalam nyanyian tersebut, Nabi sebagai pemimpin spritual bagi umat manusia disimbolkan sebagai arus yang kepimpinan spritualnya bergerak dari sesuatu yang sangat kecil menjadi kekuatan yang sangat besar. Dalam “Divan”nya, Goethe menulis,” “Dia adalah seorang nabi dan bukan seorang penyair dan oleh karena itu Quran mesti dilihat sebagai hukum Tuhan dan bukan sebagai buku manusia, dibuat untuk pendidikan atau hiburan.”

Dalam kesempatan lain, Goethe menulis, “ …. Jika Islam itu berarti berserah diri pada Tuhan, kita semua hidup dan mati dalam Islam.”

Apakah Goethe seorang muslim? Wallahu alam.

Setidaknya bagi saya, cukup beralasan ketika Kanselir Jerman, Angela Merkel, menegaskan Islam adalah bagian dari Jerman baru-baru ini.

Pustaka:

Cikuray

cikuraiTop2
Puncak Cikuray dilihat menggunakan Google Earth

 

Gunung Cikuray merupakan gunung tertinggi ke-4 di Propinsi Jawa Barat ini terletak di Kabupaten Garut. Gunung ini memiliki ketinggian 2.821 meter.  Selain Gunung Papandayan dan Gunung Guntur, Gunung Cikuray ini juga merupakan salah satu gunung yang sering dijadikan tempat pendakian sampai saat ini.

Pendakian ke puncak Gunung Cikuray ini ternyata sudah dilakukan sejak lama. Saya menemukan foto lama yang diambil di puncak Gunung Cikuray ini.  Kemungkinan besar foto tersebut diambil oleh orang Belanda sebelum tahun 1940.

526_001
Sumber gambar: http://www.delcampe.com/page/item/id,160708526,var,Nederlands-Indieuml;-Wolkenzee-top-Tjikoray-bij-Garoet-ongebruikt,language,E.html

 

Jika diperhatikan lagi lebih seksama, sebetulnya ada tiga puncak gunung yang nampak muncul di atas awan-awan cumulus pada foto tersebut.  Saya menduga bagian pertama yang berada di sebelah kiri, dengan permukaan yang tampak lebih luas, adalah bagian dari Gunung Papandayan;  bagian tengah yang puncaknya tampak mengerucut adalah juga bagian dari Gunung Papandayan; sedangkan bagian yang paling kanan adalah bagian dari Gunung Kendang.  Di balik pegunungan tersebut adalah wilayah Kabupaten Bandung (sekarang) Propinsi Jawa Barat.

Sebetulnya pada tahun 1997, saya pernah mencapai puncak Gunung Cikuray ini.  Pada saat itu sempat difoto dengan latar belakang yang hampir sama dengan foto di atas.

302273_2121030302130_1645454205_n
Foto di ini diambil oleh teman saya saat kami berada di puncak Gunung Cikuray.  Kalau dibandingkan antara foto yang diambil oleh orang Belanda dulu dengan foto ini maka menurut saya pemandangannya hampir mirip:   hamparan awan keluarga cumulus; Gunung Papandayan, dan Gunung Kendang.   Di bawah awan itu merupakan daerah yang termasuk dalam Kecamatan Cisurupan, Kecamatan Bayongbong, Kecamatan Samarang; Kabupaten Garut-Jawa Barat.

Dengan menggunakan Google Earth, saya mencoba sedikit bermain-main dan mencoba melihat bagaimana penampakan Gunung Cikuray dengan latar pemandangan Gunung Papandayan tersebut.

editViewCikuray

Keindahan: susunan simetris dan warna-warni

2014-05-11 14.24.31

 

Belajar bisa memanfaatkan lingkungan sekitar.  Dengan mengumpulkan berbagai macam bunga dan daun,  kami belajar tentang warna dan pola.  Tadinya kami berharap,  susunan yang simetris dari apa yang kami kumpulkan akan menghasilkan  keindahan.   Saya membiarkan anak-anak menyususunnya sendiri, beginilah hasilnya …..

2014-05-11 14.29.09

Sedekah

Oleh:  Ahmad Syihabuddin bin Salamah Al Qalyubi

 

Dalam perjalanan menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji,Abdullah bin Mubarak singgah di kota Kufah.  Di kota itu beliau melihat seorang wanita sedang mencabuti bulu itik ditempat sampah.

Dalam hati, beliau merasa bahwa itik itu adalah bangkai.

Lantas beliau bertanya kepada wanita itu, “ Itik itu bangkai atau sudah disembelih?”

Wanita itu menjawab, “Bangkai, yang akan saya makan bersama keluarga.”

Beliau berkata pula, “Bukankah Nabi SAW telah mengharamkan daging bangkai?”

Wanita itu membentak, “Sudah, pergilah kau dari sini!”

Abdullah tetap menanyainya, hinga akkhirnya wanita itu membuka rahasianya.

Ia mengatakan, “Saya mempunyai putera yang masih kecil-kecil, sudah tiga hari mereka tidak makan, sehingga saya terpaksa member mereka daging bangkai ini.”

Mendengar jawaban sedih wanita itu, Abdullah bin Mubaraksegera pergi kembali mengambil makanan dan pakaian, yang diangkut dengan keledainya.  Kemudian beliau kembali ketempat tinggal wanita itu.

Setelahbertemu muka, beliau berkata, “Ini uang, pakaian dan makanan.  Ambilah berikut keledai dan segala yang ada padanya!”

Kemudian beliau tinggal di kota itu karena waktu haji telah lewat.

Akhirnya ketika orang-orang yang telah menunaikan haji pulang kembali ke negeri mereka, maka Abdullah pulang juga bersama mereka.

Setelah tiba di kotanya, orang –orang datang kepada beliau sambil mengucapkan selamat karena telah menunaikan ibadah haji.

Tetap beliau menjawab, “Tahun ini saya tidak jadi naik haji.”

Seseorang menegurnya, ”Subhanallah, bukankah saya telah menitipkan uang saya kepada anda, lalu saya ambil kembali di Arafat?”

Yang lain berkata, “Bukankah anda telah memberi saya minum di tempat anu dulu?”

Dan yang lain berkata pula, “Bukankah anda telah membelikan ini dan itu?”

Abdullah menjawab, “Saya tidak mengerti apa yang kalian katakan, sebab saya tidak jadi naik haji pada tahun ini.”

Pada malam harinya, dikala tidaur, beliau bermimpi mendengar suara gaib yang mengatakan, “Hai Abdullah, sesungguhnya Allah telah menerima sedekahmu dan telah mengutus seorang malaikat menyerupai dirimu untuk melaksanakan ibadah haji sebagai ganti dirimu!”

 


Diketik ulang dari buku terjemahan:

An Nawadir karyaAhmad Syihabuddin bin Salamah Al Qalyubi

Penterjemah Idrus Alkaf, Penerbit Al Bayan 1990, “Membuka Pintu Langit,  Anekdot Sufi”

2014-05-07 18.09.31

 


 

Two Old Men: Hembusan Sufistik Leo Tolstoy

Perjalanan Abdullah bin Mubarak ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji, mengingatkan saya pada sebuah karya sastra yang ditulis oleh Leo Tolstoy berjudul Two Old Men.  Karya itu terdiri dari 12 bagian yang menceritakan perjalanan dua orang lelaki tua pergi berziarah ke Yerussalem.  

Leo Tolstoy
Leo Tolstoy

 

Beginilah ringkasannya.

 

Dua orang lelaki yang sudah lanjut usia, Efim dan Elisha, hidup bertetangga di sebuah desa di Rusia.  Efim termasuk orang kaya dan selalu sibuk dengan pekerjaannya. Walaupun begitu, Efim tidak pernah minum alcohol, merokok,dan selalu bertutur kata dengan baik.  Sedangkan Elisha adalah pemelihara lebah yang tidak kaya juga tidak miskin.  Elisha orangnya ramah, baik terhadap tetangga.

Pada suatu waktu, Efim dan Elisha memutuskan untuk pergi berziarah ke Yerussalem (Palestina).  Sebetulnya, niat untuk pergi bersama keYerussalem sudah mereka miliki sejak lama namun sulit mereka laksanakan karena kesibukan masing-masing.  Kin, perjalanan pun dimulai.

Untuk sampai ke Yerussalem, mereka harus berjalan kaki berbulan-bulan dan kemudian harus menyeberangi laut dengan menggunakan perahu.  Dalam perjalanan kakinya, mereka menemukan daerah dengan karakter yang berbeda.  Terkadang di suatu daerah, mereka harus banyak mengeluarkan uang untuk membeli makanan, sementara di daerah lain mereka dijamu bagai tamu.

Sampai suatu ketika, di suatu jalan desa, mereka harus berpisah. Elisha kelelahan dan kehausan, sementara Efim tidak mau berhenti.  Pergilah Efim melanjutkan perjalanan, sementara Elsiha pergi ke suatu rumah, di desa itu, untuk meminta air minum dan berjanji akan menyusul Efim.

Rumah yang dituju Elisha tampak sepi bagai tak berpenghuni. Alih-alih mendapatkan pertolongan Elisha malah menemukan seorang wanita tua, seorang lelaki,dan dua anak-anak yang hampir mati karena kelaparan.  Kebaikan yang dimiliki Elisha menuntun Elisha untuk menolong mereka.  Berhari-hari Elisha di rumah itu, menolong dan memulihkan mereka dari ketidakberdayaan.  Sebagian uang bekal ziarahnya telah ia habiskan untuk membelikan makanan, membelikan kuda, membelikan apa-apa yang diperlukan keluarga itu untuk terus bangkit dan meneruskan hidup.  Ketika keluarga itu sudah kuat, Elisha pergi diam-diam.

Tadinya Elisha akan menyusul Efim,  namun karena bekal uangnya hampir habis makaia memutuskan untuk pulang ke rumah menemui istri dan anak-anaknya.  Elisha tidak menceritakan tentang keluarga yang kelaparan itu, kepada penduduk desa ia hanya mengatakan bahwa bekalnya habis diperjalanan.

 

Apa yang terjadi dengan Efim?

Efim sampai di Yerussalem, berkeliling ke Bethlehem, Bethany, dan Jordan.  Di sana dia berkali-kali melihat teman seperjalanannya, Elisha.  Berkali-kali pula Ia berusaha  mendekati Elisha dan menanyakan bagaimana Elisha bisa sampai ke Yerussalem, namun usahanya itu selalu gagal karena Elisha sekonyong-konyong lenyap dikeramaian.  Sekitar enam minggu Efim berada di Yerussalem, uangnya habis dan hanya tersisa untuk bekal pulang.  Dia berjalan ke Jaffa, kemudian berlayar ke Odessa, dan dari sana berjalan kaki kembali kerumah.

Efim mengambil jalan yang sama dengan saat ia pergi.  Di desa dimana ia berpisah dengan Elisha, Efim memutuskan untuk mengunjungi ruamh yang dituju oleh sahabatnya waktu itu.  Di rumah itu, Efim disambut dengan hangat oleh tuan rumah. Tuan rumah memberinya makanan, minuman, dan ditawari untuk menginap dirumah itu.  Tuan rumah bercerita bahwa mereka dulu hamper mati kelaparan namun kemudian ditolong oleh seorang leleki tua sehingga dapat bangkit lagi hingga sekarang.  Tuang rumah juga menceritakan cirri-ciri orang tua yang pernah menolongnya, dan Efim tahu bahwa yang mereka ceritakan tidak lain adalah sahabatnya, Elisha.

Pulanglah Efim dengan segala pertanyaan tentang Elisha.  Sesampainya di desa, penduduk desa menyalaminya.  Dari penduduk desa, Efim tahu bahwa Elisha sudah lama pulang dan tidak pernah sampai ke Yerussalem.  Efim kemudian mengunjungi sahabatnya, Elisha, namun ia tidak menceritakan bahwa ia melihat Elisha diYerussalem dan juga tidak menceritakan keluarga miskin di desa tempat merekaberpisah itu.  Efim kini menyadari sesuatu.

Bacalah Buku!

“Setiap pemimpin dunia harus baca buku ini” begitulah kira-kira kata Hugo Rafael Chávez, presiden Venezuela saat itu, ketika berkesempatan berbicara di PBB. Buku yg dimaksud adalah “Hegemony or Survival” yang mengupas politik luar negeri Amerika ditulis oleh Noam Chomsky. Noam Chomsky adalah profesor MIT bidang linguistik. Selain buku itu, dia juga menulis “Manufacturing Consent: The Political Economy of the Mass Media”.

Seandainya masih hidup, Saya yakin tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Tan Malaka dll. akan segera membaca buku itu tanpa disuruh. Mereka tidak sekedar pelaku politik tapi juga pembaca buku dan bahkan penulis buku. Dalam bukunya, Madilog, Tan Malaka menceritakan bagaimana dia lebih baik membeli buku dari pada membeli pakaian baru bahkan sekalipun hal itu harus mengurangi jatah makan harian.

Buku adalah kubu, begitu kata Jehan sang pelukis. Lantas …. berapa banyak  kita sekarang yang senang membaca buku? Berapa banyak yang menulis buku?

Kembali ke Chomsky, jujur saja, saya juga belum pernah membaca kedua buku karyanya …

Mengejar Kematian

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam”.
(QS. Ali Imran : 102)

 

Ada tujuh kebiasaan orang-orang yang efektif kata Stephen R. Covey dalam bukunya, The Seven Habits of Highly Effective PeopleSalah satunya adalah: “Begin with the End in Mind”. Kalau pernyataan itu kita kaitkan dengan konteks kehidupan, apa jadinya? Apa akhir dari kehidupan? Kematian! Bagaimana memulai dengan kematian??

Kematian adalah seperti gunting yang memotong kehidupan kita beserta kesenangan-kesenangan yang ada di dalamnya, setidaknya itu yang ada dalam benak saya. Gunting itu datang secara tiba-tiba di luar kemauan. Bagaimana memulai dari kematian?

Mungkin filsafat Kematian Heidegger jawabannya. Martin Heidegger adalah filosof fenomenologi dari Jerman. Katanya, kita harus mencita-citakan kematian. Kematian yang kita cita-citakan itu akan mewarnai kehidupan kita. Jika kita menginginkan mati sebagai pencinta keluarga maka kehidupan seharusnya kita arahkan untuk mendukung hal itu. Jika kita ingin mati sebagai orang yang pasrah, maka kehidupan yang kita jalani seharusnya kita arahkan untuk mendukung itu. Sehingga, kematian, yang walaupun datang secara tiba-tiba, dapat kita kendalikan. Kematian tidak sekedar berupa gunting yang kita tunggu dengan rasa cemas yang dengannya kita melarikan diri dan melupakannya. Namun, kematian adalah sesuatu yang kita kejar dan kita inginkan dengan bukti yang kita tunjukan dalam kehidupan sehari-hari.